Oleh : Rina Susilowati
NIM : 09301241050
A.
PENDAHULUAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika
dan filsafat.
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka
berkembang pula tentang pemikiran dan pembahasan di dalam filsafat. Perkembangan
filsafat dari waktu ke waktu merupakan suatu yang perlu untuk dipelajari agar
dapat memahami filsafat dengan baik. Dalam perkembangannya tersebut, terdapat
tokoh-tokoh yang banyak berperan dan memberikan kontribusi yang berarti, baik
berupa ide, gagasan, pemikiran dan aliran dalam filsafat.
B.
PEMBAHASAN
1. Yunani Kuno
Masyarakat
primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna
menjelaskan fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi
logo-sentris membuat manusia bisa membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga
mampu keluar dari mitologi dan memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah
titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya
dan alam raya.
Di masa
ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab dengan pendekatan
rasional, tidak dengan mitos. Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek
(alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates,
kaji-an difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik. Kehidupan
masyarakat pada zaman Yunani Kuno masih di sekitar gunung-gunung dengan
bersumber pada mata airnya. Tokoh-tokoh
yang berperan pada masa tersebut antara lain, Permenides, Heraclitos, Socrates,
Plato dan Aristoteles.
Herakleitos
(550 – 480 SM) adalah seorang filsuf yang tidak tergolong mazhab apapun. Di
dalam tulisan-tulisannya, ia justru mengkritik dan mencela para filsuf dan
tokoh-tokoh terkenal, seperti Homerus, Arkhilokhos, Hesiodos, Phythagoras,
Xenophanes, dan Hekataios. Pemikiran Herakleitos yang paling terkenal adalah
mengenai perubahan-perubahan di alam semesta, bahwa tidak ada satu pun hal di
alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul
ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Ia terkenal dengan ucapannya
panta rhei kai uden menei yang berarti "semuanya mengalir dan tidak ada
sesuatupun yang tinggal tetap." Segala sesuatu yang terus berubah di alam
semesta dapat berjalan dengan teratur karena adanya logos.
Parmenides
(540 – 470 SM) adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Pemikiran filsafatnya
bertentangan dengan Herakleitos sebab ia berpendapat bahwa segala sesuatu
"yang ada" tidak berubah. Parmenides tidak mendefinisikan apa yang
dimaksud "yang ada", namun menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut
Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak
bergerak, tidak berubah, tidak terhancurkan, tidak tergoyahkan dan tidak dapat
disangkal. Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Pemikiran
Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani. Dapat dikatakan
bahwa dialah penemu metafisika, cabang filsafat yang menyelidiki "yang
ada".
Socrates (470 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Athena,
Yunani dan merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis
Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli
filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Pemikiran
Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu
definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Perubahan
fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa
dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya
dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini
menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian
hari. Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya,
yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji
konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai Bapak dan sumber
etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum.
Plato (427
– 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari
Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia
adalah murid Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling
terkenal ialah Republik yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya
pada keadaan "ideal". Sumbangsih Plato yang terpenting adalah
pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh
pandangan Sokrates tentang definisi. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh
pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan
pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana
dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah.
Aristoteles
(384 – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari
Alexander yang Agung. Ia menulis berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika,
metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan
zoologi. Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika
dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya
tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin
Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap
sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang
Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal
benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena
ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua
benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak
teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada
penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba
pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengantheos,
yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning),
yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran
tentang logika formal.
2. Abad
Pertengahan (12 – 15 M)
Pada masa ini pertentangan antara gereja
yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja, dengan
para ulama filsafat sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para
raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati
suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan
para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran. Pada masa ini
filsafat cenderung kehilangan otonominya, pemikiran filsafat abad pertengahan
bercirikan Teosentris (kebenaran berpusat pada wahyu Tuhan), hal ini tidak
mengherankan mengingat pada masa ini pengaruh Agama Kristen sangat besar dalam
kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pemikiran.
Filsafat abad pertengahan sering
juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak
semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa ini memang
terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional
(terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat
dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal. Keadaan ini pun
terjadi dikalangan umat Islam yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut
pandang Filsafat (rasional), hal ini dimungkinkan mengingat begitu kuatnya
pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat Yunani dalam dunia pemikiran saat
itu, sehingga keyakinan Agama perlu dicarikan landasan filosofisnya agar
menjadi suatu keyakinan yang rasional. Pihak gereja membatasi para filosof
dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang,
karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan.
Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para
gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai
pada hukuman mati.
Copernicus merupakan salah satu
orang yang menerima hukuman dari gereja karena ia terus mencoba mengumpulkan
bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa bumi bukan pusat
yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari matahari. Teori ini
bertentangan dengan ajaran filsuf yang
terpandang, Aristoteles, dan tidak
sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu,
teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa
Matahari terbit di timur dan bergerak
melintasi angkasa untuk terbenam
di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Galileo Galilei pernah dihukum dan
dipaksa bertaubat dihadapan gereja karena mendukung konsep Copernicus tentang
teori pusat alam semesta. Copernicus percaya bahwa pusat alam semesta adalah
matahari, bukan bumi (heliosentris). Namun, karena takut akan kecaman gereja
yang memiliki keyakinan berbeda, dia urung menerbitkan pemikiran-pemikirannya. Seorang
ahli filsafat Giordano Bruno juga dianggap sesat dan dijatuhi hukuman mati.
Giordano Bruno dibakar pada tahun 1600 di tengah kota Roma.
3. Awal
Jaman Modern
Pada abad 16 M pemikiran
filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat
dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan
pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan
salah seorang pelopornya adalah Rene Descartes, dia berjasa dalam
merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi
budak keimanan.
Rene Descartes (1596 – 1650 M) disebut sebagai "Penemu
Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah
satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia
menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk
membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental. Pemikirannya
membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena
pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti. Dalam bahasa Latin kalimat ini
adalah: cogito
ergo sum yang
berarti
"Aku
berpikir maka aku ada". Baginya eksistensi pikiran manusia adalah sesuatu yang
absolut dan tidak dapat diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu
salah, pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya, tidak
dapat diragukan lagi bahwa pikiran itu sendiri eksis/ada. Pikiran bagi
Descrates ialah suatu benda berpikir yang bersifat mental ( res cogitans
) bukan bersifat fisik atau material. Dari prinsip awal bahwa pikiran itu eksis, Descrates melanjutkan filsafatnya untuk
membuktikan bahwa Tuhan dan
benda-benda itu ada.
Sedangkan aliran empririsme nyata dalam
pemikiran David Hume (1711 – 1776 M), yang memilih pengalaman sebagai sumber
utama pengetahuan. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas
prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari
kesadaran suci. David Hume merupakan puncak aliran empirisme.
Baginya dan tokoh lain, pengalaman (empirea) lebih dari pada rasio sebagai
sumber pengetahuan, baik pengalaman intern maupun ekstern. Pengalaman
itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah
(yang menyangkut pribadi manusia). Menurutnya,
semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Ilmu inilah yang merupakan
satu-satunya dasar kokoh bagi ilmu lain.
4. Jaman
Modern
Pada
abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Setelah reformasi,
renesanse dan setelah rasionalisme, pemikiran manusia mulai dianggap telah
“dewasa”. Immanuel Kant dianggap sebagai inspirator dan sekaligus
sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan” pertentangan
epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme.
Dalam
karya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der
reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru
mengenai filsafat pengetahuan. Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang
pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang
dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila
masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak
pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui
(aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa
pikiran murni (a priori) yang aktif
tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut
Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang
dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya.
Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori
(yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang
diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia
mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana
kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.
5. Jaman
Pos Modern (Positivisme)
Positivisme yang diperkenalkan Auguste
Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad sembilan belas. Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam
memahami dunia dengan berdasarkan sains. Pada dasarnya positivisme
adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar
adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Pengetahuan demikian
hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik
yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Dalam karya besarnya, Comte mengklaim
bahwa dari hasil studi tentang perkembangan intelektual manusia sepanjang
sejarah kita bisa menemukan hukum yang mendasarinya. Hukum ini, yang kemudian
dikenal sebagai Law of Three Stages,
yang setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya, secara
berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif, kondisi metafisis yang
bercorak abstrak, dan saintifik atau positive. Bagi Comte, pikiran manusia
berkembang dengan melewati tiga tahap filsafati, yang berbeda dan berlawanan,
yaitu tahap pertama merupakan titik awal pemahaman manusia dalam memahami
dunia, tahap transisi dan tahap akhir ialah definitif dari intelektualitas
manusia.
6. Pos
Modern (Filsafat Kontemporer)
Filsafat kontemporer sering
dikaitkan dengan pos modernisme, dikarenakan posmodernisme yang berarti
“setelah modern” merupakan akibat logis dari zaman kontemporer. Posmodernisme
menyaratkan kebebasan, dan tidak selalu harus simetris. Kebebasan dalam memakai
teori, menanggapi, dan mengkritik selama kebebasan tersebut merupakan suatu hal
original. Semuanya terbuka lebar untuk dipikirkan dan diperbincangkan, tidak
ada batasan pasti dalam filsafat kontemporer selama semua masih dinamis dan
tidak kaku seperti zaman pra-modern. Masalah aktual dan faktual diperbincangkan
dan ditanggapi, lalu diberi solusi. Dengan filsafat akan bisa ditemukan solusi
terbaik terhadap masalah tersebut karena filsafat juga menguji solusi yang akan
diambil dan yang dianggap baik. Oleh
karenanya filsafat kontemporer merupakan ekstensifikasi dari pemikiran manusia
dari hal-hal yang umum menjadi yang sangat khusus dan terkait dengan hal khusus
lainnya.
Aliran-aliran filsafat pada masa ini antara lain :
a.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti
berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering
disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the
greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis
pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme
merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna,
berfaedah, dan menguntungkan dan sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang
tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya
perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
b.
Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang
benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan
pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual dan konkret.
Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi
atau penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi
dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi
pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau
direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang
bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat
di dalam sejarah.
c. Capitalis
Capitalis didasarkan kepada azas
pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham
kebebasan. Kapitalisme berkembang secara bertahap dari feodalisme bourgeoisme
sampai kepada kapitalisme. Selama proses itu berlangsung telah berkembang
berbagai pemikiran dan idiologi yg melanda dalam arus yg mengarah kepada
pengukuhan hak milik pribadi dan seruan kebebasan. Pada dasarnya kapitalisme
tegak di atas pemikiran aliran bebas dan aliran klasik. Kapitalisme pada
dasarnya memerangi agama. Pada mulanya bersifat pembangkangan terhadap
kekuasaan gereja. Akhirnya membangkang tiap peraturan yg mengandung moral.
d. Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup
yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan
sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang
menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan
merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Karena mereka beranggapan hidup
ini hanya sekali, sehingga merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di
dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalanani dengan sebebas-bebasnya
demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Hedonisme ingin menjawab pertanyaan
filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?".
b.
KESIMPULAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
Filsafat merupakan hasil pemikiran ahli-ahli filsafat atau filosof-filosof
sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah pemikiran filsafat ini amat panjang
dan filsafat telah amat banyak mempengaruhi perkembangan keseluruh budaya umat
manusia. Filsafat telah mempengaruhi sikap hidup, cara berpikir, kepercayaan
atau ideologinya.
Aliran filsafat pada dasarnya adalah hasil
pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang sesuatu secara
fundamental. Jadi, wajar apabila terlatar belakang priapat perbedaan-perbedaan,
yang dikarenakan oleh latar belakang para ahli tersebut, di samping pengaruh
zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Filsafat dapat
berbentuk cita-cita, idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu
pola kehidupan tertentu. Pada bidang filsafat awal mula timbulnya berasal dari
rasa ingin tahu kemudian terbentuklah mitos yang mempercayai keberadaan sifat
gaib yaitu roh-roh di balik alam jagat raya ini, dan ini dipercayai oleh orang
dahulu sebagai suatu kebenaran.
Perkembangan filsafat dimulai pada masa Yunani
Kuno, dimana kehidupan masyarakatnya masih primitif, di daerah pegunungan yang
bersumber pada mata air. Tokoh-tokoh yang berperan penting antara lain
Parmenides, Heraclitos, Socrates, Plato dan Aristoteles. Selanjutnya, yang
disebut dengan abad pertengahan, dimana pada masa itu merupakan masa matinya
filsafat karena adanya dominasi gereja. Pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga
ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur
oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka
filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati,
contohnya adalah Galileo Galilei dan Giordano Bruno karena mendukung konsep
Copernicus tentang teori pusat alam semesta. Copernicus percaya bahwa pusat
alam semesta adalah matahari, bukan bumi (heliosentris).
Pada abad 16 M pemikiran filosofis seperti dilahirkan
kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada
upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan
kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Rene
Descartes dengan aliran rasionalisme. Sedangkan aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume
yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Selanjutnya, pada
abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Immanuel Kant dianggap
sebagai inspirator dan sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu,
yakni dengan “mendamaikan” pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum
rasionalisme versus kaum empirisme.
Positivisme merupakan jaman pos modern.
Positivisme yang diperkenalkan oleh Auguste Comte adalah cara pandang dalam
memahami dunia dengan berdasarkan sains. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang
meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada
pengalaman aktual-fisikal. Sedangkan filsafat kontemporer sering dikaitkan
dengan pos modernisme, dikarenakan posmodernisme yang berarti “setelah modern”
merupakan akibat logis dari zaman kontemporer. Posmodernisme menyaratkan
kebebasan, dan tidak selalu harus simetris. Aliran-aliran pada pos modern antara
lain pragmatism, utilitarian, capitalis dan hedonism.
DAFTAR
PUSTAKA