Oleh :
Rina Susilowati (09301241050)
Ini
merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Senin, 26 November 2012. Setiap mempelajari suatu ilmu itu
harus merefleksikannya untuk dapat mengetahui kemampuan yang telah dimilki dan
mampu membangun pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik. Seperti halnya
dengan berfilsafat, dimana kita melakukan refleksi. Selain itu, berfilsafat itu
berinteraksi atau bertransformir antara dunia makro dan mikro. Dunia makro
yaitu dunia keseluruhan atau universal, sedangkan dunia mikro itu diri sendiri.
Orang
Yunani pada zaman dahulu berusaha untuk membongkar mitos-mitos yang ada dalam
masayarakat. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada diri kita sebagai orang
dewasa, tapi terkait ruang dan waktu, yaitu dimana, kapan, bagaimana dan untuk
apa. Seperti halnya anak kecil yang belajar sesuatu dari mitos. Mitos disini
dalam arti bahwa kita tidak
mengerti maknanya tetapi melakukannya. Contoh: siswa yang mempelajari
pythagoras, mereka hanya mempelajari materi tersebut, mencatat setiap rumus
yang ada dan tidak mengerti maknanya. Maka dalam hal ini para siswa hanya
mempelajarinya dengan mitos, sehingga pengetahuan tersebut tidak akan bermakna.
Orang tua juga memerlukan mitos.
Contohnya seberapa jauh shalat itu disebut mitos, yaitu ketika kita tidak tahu
maknanya, tetapi tetap melakukannya, hanya sekedar ikut-ikutan. Padahal kita
harus mengerti bahwa beribadah itu adalah menjalankan perintah-Nya.
Kita
juga mempunyai banyak mitos, tidak hanya orang Yunani. Contoh mitos yang ada
dalam masyarakat ialah adanya Nyi Roro Kidul di laut selatan. Jika kita akan
pergi ke pantai, tidak boleh memakain baju yang berwarna hijau pupus, sebab itu
merupakan warna favoritnya, sehingga akan tenggelam terbawa ombak laut selatan
tersebut. Kita boleh saja percaya atau tidak terhadap mitos tersebut. Kadang
kala mitos tersebut sangatlah kuat, hingga kita tidak berani untuk
memikirkannya, apalagi melakukannya. Masih banyak mitos yang berkembang dalam masyarakat kita. Hal-hal ini
berkaitan erat dengan hal yang ghaib. Contohnya adalah ketika kita berada dalam
kuburan, maka kita dituntut untuk sopan santun terhadap keadaan, tidak boleh
sembarangan.
Dalam perkuliahan ini juga,
bapak Marsigit menceritakan pengalamannya tentang mitos-mitos yang dialami
dalam hidupnya. Pada saat beliau hendak mendaftar di STAN, sebelum berangkat ke
Jakarta, dibawakan sesuatu dari orang pintar yang dipercaya akan memberikan
keberuntungan sehingga pasti diterima. Barang tersebut dipakai di bagian dada
sebelah kiri dan harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Dalam perjalanan
di kereta api, tanpa disadari telah melanggar salah satu syarat itu. Setelah
selesai tes, pada malam hari diikuti oleh kuntilanak karena ingin menguji apa
yang dibawa itu. Singkat cerita, akhirnya beliau tidak diterima, mungkin bisa
karena telah melanggar syarat atau apa karena mitos itu memang antara dipercaya
dan tidak. Selain itu, beliau pernah diramalkan oleh seorang pastur bahwa kelak
akan menjadi seorang professor. Dan hal itu terjadi sekarang, dimana beliau
telah memperoleh gelar tersebut. Ramalan juga merupakan mitos.
Kesimpulan yang dapat
diambil dari beberapa cerita ialah bahwa hal yang ghaib itu ada.
Setinggi-tingginya pikiran manusia tidak akan mungkin memecahkan hal yang
ghaib, hanya dapat dipecahkan dengan keyakinan pada diri. Apa yang terjadi adalah
yang terbaik buat kita, termasuk kegagalan dan kesuksesan. Kegagalan merupakan
suatu keberhasilan yang tertunda. Melalui penjabaran dalam elegy-elegi juga
dapat disimpulkan bahwa tiada sekecil zarahpun, tiada setitik yang ada pun yang
tidak berada buat kita, dan tiada hal sedikitpun yang bukan karunia. Hal
tersebut meliputi yang ada dan mungkin ada.
1 comments:
terima kasih, sangat bermanfaat
Post a Comment