topbella

Thursday, 27 December 2012

Hermenetika Pembelajaran Matematika (Iceberg Approach)

Oleh :Rina Susilowati (09301241050)
http://rinasusilowati50.blogspot.com/

Ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Jumat, 21  Desember 2012 yang merupakan pertemuan terakhir di semester 7 tentang implementasi filsafat pendidikan matematika yang diambil dari hasil kinerja dosen yang bersangkutam, yaitu berdasarkan presentasi yang telah dilakukan pada tahun 2010 di Ciangmai. Presentasi tersebut mengenai “iceberg approach”, yaitu dari matematika konkret, model konkret, model formal dan matematika formal yang melibatkan hermenetika. Hermenetika dapat kita artikan sebagai proses interpretasi terhadap apa yang kita pelajari.
Hermenetika kehidupan dalam filsafat digambarkan sebagai sebuah pegas yang berbentuk spiral dan garus lurus. Lurus berarti kita tidak akan pernah mengulangi hal yang sama. Sedangkan spiral tersebut dapat mengembang dapat pula mengerucut kecil. Spiral yang digambarkan dalam hermenetika ini memiliki makna bahwa pengetahuan diperoleh melalui sebuah usaha yang dilakukan secara kontinu. Pada bagian atas spiral terdapat sebuah kata yaitu text sedangkan pada bagian bawah spiral terdapat keterangan interpretasi. Text menunjukkan bahwa hermenetika kehidupan diperoleh melalui kegiatan membaca yang ada dan yang mungkin ada yang dilakukan secara terus-menerus. Sedangkan interpretasi diilustrasikan sebagai kegiatan menterjemah dari apa yang dibaca sehingga dalam proses ini text dijadikan sebagai teori dan interpretasi diartikan sebagai suatu aktivitas. Dengan demikian, hermenetika kehidupan dimulai dari kegiatan membaca dan menterjemahkan yang ada dan yang mungkin ada. Kegiatan membaca dan menterjemahkan yang dilakukan secara disiplin dan terus-menerus dapat meningkatkan kemampuan intuisi manusia. Melalui intuisi-intuisi inilah, kita akan memperoleh banyak pengalaman-pengalaman berharga.
Hermenetika pembelajaran matematika juga digambarkan sebagai sebuah spiral dan garis lurus. Garis lurus menggambarkan bahwa pembelajaran yang telah dilaksanakan tidak akan pernah terulang kembali sedangkan spiral menggambarkan bahwa pembelajaran yang telah berlangsung dapat kita ulangi kembali dengan inovasi baru yang disesuaikan dengan objeknya serta dimensi ruang dan waktunya. Selain digambarkan sebagai spiral dan garis lurus, hermenetika pembelajaran matematika juga digambarkan sebagai gunung es.
Prinsip yang digunakan dalam pendekatan gunung es ada dua macam yaitu matematika vertikal dan matematika horizontal. Melalui matematika horizontal siswa dikenalkan pada permasalahan yang bersifat kontekstual, sehingga siswa akan terbiasa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang bersifat konkret. Dalam proses mencari solusi, siswa dapat menggunakan metode, cara, bahasa, maupun simbol mereka sendiri sesuai dengan pemahaman mereka sehingga diperlukan adanya intuisi dalam matematika. Melalui intuisinya, siswa akan berkenalan dengan matematika secara sadar dan senang. Belajar disertai dengan rasa senang dan tanpa paksaan akan menimbulkan dampak positif bagi siswa. Sedangkan pada matematika vertikal siswa akan mencoba menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Matematika vertikal merupakan suatu kondisi dimana siswa mulai menggunakan simbol-simbol matematika dalam menyelesaikan setiap permasalahan matematika atau dapat juga dikatakan siswa telah menggunakan matematika formal. Pendekatan gunung es dengan pendekatan realistik matematika dapat dijadikan sebagai cara ataupun referensi oleh guru untuk merencanakan pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan siswa dan mampu mengembangkan keterampilan yang dimilii oleh siswa. Pembelajaran melalui pendekatan tersebut diharapkan mampu melahirkan siswa-siswa yang tidak hanya memiliki kompetensi yang tinggi terhadap matematika namun juga mampu mengembangkan keterampilannya.

Saturday, 15 December 2012

Pertanyaan-pertanyaan Filsafat


Oleh :
Rina Susilowati (09301241050)

Ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Senin, 10 Desember 2012 yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa yang diajukan untuk dijawab oleh dosen yang bersangkutan.
*      Yulian Angga P. : Apakah dalam kehidupan ini mengikuti pola?
Jawaban :
Sebuah pola bukanlah pola bagi orang yang tidak memahaminya. Sebuah jalan bukanlah jalan bagi orang yang memahaminya. Namun bagi orang yang memahami dan mempercayai bahwa semua sudah di desain oleh Tuhan sehingga dalam hidup ini ada polanya, tergantung pikiran dan keyakinan kita.
*      Rina Susilowati :  Apa hakekat perbedaan dalam persatuan?
  Kapan sesuatu itu disebut sebagai mimpi?
Jawaban :
Orang itu berbeda dalam segala hal, tapi tetap bisa bersama dalam beberapa hal. Semua orang dalam kehidupan itu sama, seperti sama-sama makhluk Tuhan, sama-sama bersikap, sama-sama hidup, dan lain-lain. Namun, tidak ada manusia di dunia ini yang sama meskipun diciptakan dari sesuatu yang sama. Dalam filsafat, perbedaan dalam persatuan itu solusinya adalah yang sama itu apanya dan yang tidak sama itu apanya.
Mimpi itu berarti ingat kembali berdasarkan kualitasnya dan pengalaman hidupnya. Contoh : rindu sekali, sehingga mimpi bertemu dengan orang yang dirindukan. Area mimpi bisa dipelajari dalam berfilsafat, ada teorinya.
*      Ermitasari : Apakah beda antara sayang dan cinta?
Jawaban :
Sayang dan cinta itu kontekstual dan berdimensi, sama-sama merupakan intuisi sehingga tidak dapat didefinisikan dan hanya dapat dicirikan atau diketahui berdasarkan karakteristiknya. Misalnya karakteristik orang yang sedang jatuh cinta. Orang  akan mampu membedakan antara sayang dan cinta dengan intuisi, pengalamanlah yang akan mampu mendefinisikannya, yaitu berdasarkan orang-orang di sekitarnya, bagaimana yang disebut dengan cinta dan bagaimana yang disebut dengan sayang. Jadi, setiap orang mampu mendefinisikan cinta dan sayang sendiri-sendiri. Contoh : oh sayangku, oh cintaku itu levelnya sama, yaitu untuk memanggil pacar. Selain itu, karena cinta itu konstektual, maka nama orang pun terkadang menggunakan kata cinta, sebab orang member nama itu juga konstektual.
*      Dwi Kartikasari : Mengapa yang tidak ada bukan merupakan obyek filsafat?
Jawaban :
Obyek filsafat memang yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan yang tidak ada itu relatif, tergantung ruang dan waktu. Nah, yang tidak ada pun bisa dikategorikan menjadi yang mungkin ada sehingga juga merupakan obyek filsafat. Contoh : kita tidak mengerti apa yang sedang dipegang oleh seseorang, tapi sesuatu itu bisa jadi mungkin ada.
*      Nurmanita Prima R. : Bagaimana hakekat guru matematika yang galak?
Jawaban :
Pertanyaan tersebut diubah menjadi apa ciri-ciri guru yang galak, karena tidak sesuai jika kata hakekat itu digunakan. Galak merupakan sifat seseorang. Ciri-cirinya adalah mudah marah, mempunyai toleransi yang kecil, suka memaksakan kehendak.
*      Arlian Bety A. : bagaimana menghadapi orang yang enggan untuk berbagi pengetahuan kepada orang lain?
Jawaban :
Kita menggunakan komunikasi dengan orang lain, jika yang dihargai tidak ikhlas, maka berdoa saja. Pelit itu juga berdimensi. Menurut saya, dalam hal ilmu itu murah, silahkan untuk diketahui. Tapi orang-orang di tingkat Negara maju atau negara kapital yang orientasinya bisnis, maka ia sudah mulai menghargai apa yang mereka pikirkan. Di Amerika, ada “teachers pay teachers” yang artinya guru membayar guru. Seorang guru itu membuat file, dokumen, artikel yang dipublikasikan agar dapat dilihat oleh semua orang. Jika orang tersebut menginginkannya, maka ia harus membayar. Oleh karena itu, ilmu yang dimiliki akan bermanfaat bagi orang lain.  Dalam menasehati orang lain juga ada caranya agar apa yang dikatakan itu dapat dipahami sebagai saran untuk kebaikannya.
*      Naafi Awalunita : Bagaimana cara memberikan pemahaman pure mathematics kepada para guru yang tidak suka?
Jawaban :
Berdasarkan pertanyaan tersebut, anda menganggap bahwa orang lain adalah obyek yang diberikan ilmu. Walaupun guru atau orang dewasa, prinsip hidup itu ketrampilan hidup atau lifeskill, yaitu to construct, tidak sembarangan, tidak hanya menerima ilmu. Ada tahapan dalam memahami sesuatu. Contoh : pengalaman Bapak Marsigit saat berkunjung ke SMP Balikpapan.
Ketika pertama kali maka tidak memiliki pemahaman sama sekali atau pemahamannya masih nol, setelah diberi tahu oleh seseorang tentang keadaan dari sekolah tersebut maka pemahamannya bertambah. Selanjutnya sampai di sekolah, beliau berkeliling untuk mengadakan observasi sehingga pemahaman terus bertambah. Sebagai pembelajar, kita harus aktif memahaminya, bukan hanya diberi. Dalam memahami sesuatu itu membutuhkan waktu, kita membangun pengetahuan sendiri, harus memiliki keinginan yang besar untuk mau belajar.
*      Felisitas Sayekti P. : Apa yang menyebabkan krisis multidimensi di Indonesia?
Jawaban :
Krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia itu penyebabnya adalah guru. Perilaku guru yang seperti telah disebutkan di atas, bahwa tidak belajar secara alami dan kehilangan intuisinya sehingga ngawur dan melanggar peraturan-peraturan yang ada.
*      Siti Subekti : Apa yang dimaksud dengan hermenitika?
Jawaban :
Hermenitika artinya menerjemahkan dan diterjemahkan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Belajar matematika juga merupakan hermenitika, yaitu sebagai guru, kita memfasilitasi atau membantu agar siswa mampu bersilaturahmi dengan matematika.

*      Rudy Prasetya : Bagaimana melawan kemalasan?
Jawaban :
Gemuk itu godaannya ingin tidur, sehingga membuat malas. Berfilsafat itu membuat badan menjadi kurus, karena mengerti bisa menyebabkan tidak bahagia. Contoh : mengerti kalau selingkuh
*      Aries Saputra : Apa beda khayalan dan cita-cita?
Jawaban :
Khayalan itu cita-cita, tapi cita-cita belum tentu khayalan. Cita-cita itu khayalan yang punya alasan dan latar belakang. Misal : dasarnya adlah orang tua. Jika orangtuanya seorang guru, maka ia mempunyai cita-cita menjadi seorang guru. Selain itu, cita-cita merupakan berkhayal yang terstruktur dan khayalan yang bisa dipertanggung jawabkan. Kalau berkhayal itu terputus-putus.
*      Siti Zaenab : Apa hakekat sombong?
Jawaban :
Sombong itu pengertiannya bertingkat-tingkat, dari orang awam hingga spiritual. Jika spiritual, maka pengertiang sombong itu dapat diketahui dengan mempelajari setan. Sombong dapat dimengerti tanpa didefinisikan karena itu menggunakan intuisi. 

Monday, 3 December 2012

Makna Mitos dalam Kehidupan


Oleh :
Rina Susilowati (09301241050)

Ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Senin, 26 November 2012. Setiap mempelajari suatu ilmu itu harus merefleksikannya untuk dapat mengetahui kemampuan yang telah dimilki dan mampu membangun pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik. Seperti halnya dengan berfilsafat, dimana kita melakukan refleksi. Selain itu, berfilsafat itu berinteraksi atau bertransformir antara dunia makro dan mikro. Dunia makro yaitu dunia keseluruhan atau universal, sedangkan dunia mikro itu diri sendiri.
Orang Yunani pada zaman dahulu berusaha untuk membongkar mitos-mitos yang ada dalam masayarakat. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada diri kita sebagai orang dewasa, tapi terkait ruang dan waktu, yaitu dimana, kapan, bagaimana dan untuk apa. Seperti halnya anak kecil yang belajar sesuatu dari mitos. Mitos disini dalam arti bahwa kita tidak mengerti maknanya tetapi melakukannya. Contoh: siswa yang mempelajari pythagoras, mereka hanya mempelajari materi tersebut, mencatat setiap rumus yang ada dan tidak mengerti maknanya. Maka dalam hal ini para siswa hanya mempelajarinya dengan mitos, sehingga pengetahuan tersebut tidak akan bermakna. Orang tua juga memerlukan  mitos. Contohnya seberapa jauh shalat itu disebut mitos, yaitu ketika kita tidak tahu maknanya, tetapi tetap melakukannya, hanya sekedar ikut-ikutan. Padahal kita harus mengerti bahwa beribadah itu adalah menjalankan perintah-Nya.
Kita juga mempunyai banyak mitos, tidak hanya orang Yunani. Contoh mitos yang ada dalam masyarakat ialah adanya Nyi Roro Kidul di laut selatan. Jika kita akan pergi ke pantai, tidak boleh memakain baju yang berwarna hijau pupus, sebab itu merupakan warna favoritnya, sehingga akan tenggelam terbawa ombak laut selatan tersebut. Kita boleh saja percaya atau tidak terhadap mitos tersebut. Kadang kala mitos tersebut sangatlah kuat, hingga kita tidak berani untuk memikirkannya, apalagi melakukannya. Masih banyak mitos yang berkembang dalam masyarakat kita. Hal-hal ini berkaitan erat dengan hal yang ghaib. Contohnya adalah ketika kita berada dalam kuburan, maka kita dituntut untuk sopan santun terhadap keadaan, tidak boleh sembarangan.
Dalam perkuliahan ini juga, bapak Marsigit menceritakan pengalamannya tentang mitos-mitos yang dialami dalam hidupnya. Pada saat beliau hendak mendaftar di STAN, sebelum berangkat ke Jakarta, dibawakan sesuatu dari orang pintar yang dipercaya akan memberikan keberuntungan sehingga pasti diterima. Barang tersebut dipakai di bagian dada sebelah kiri dan harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Dalam perjalanan di kereta api, tanpa disadari telah melanggar salah satu syarat itu. Setelah selesai tes, pada malam hari diikuti oleh kuntilanak karena ingin menguji apa yang dibawa itu. Singkat cerita, akhirnya beliau tidak diterima, mungkin bisa karena telah melanggar syarat atau apa karena mitos itu memang antara dipercaya dan tidak. Selain itu, beliau pernah diramalkan oleh seorang pastur bahwa kelak akan menjadi seorang professor. Dan hal itu terjadi sekarang, dimana beliau telah memperoleh gelar tersebut. Ramalan juga merupakan mitos.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa cerita ialah bahwa hal yang ghaib itu ada. Setinggi-tingginya pikiran manusia tidak akan mungkin memecahkan hal yang ghaib, hanya dapat dipecahkan dengan keyakinan pada diri. Apa yang terjadi adalah yang terbaik buat kita, termasuk kegagalan dan kesuksesan. Kegagalan merupakan suatu keberhasilan yang tertunda. Melalui penjabaran dalam elegy-elegi juga dapat disimpulkan bahwa tiada sekecil zarahpun, tiada setitik yang ada pun yang tidak berada buat kita, dan tiada hal sedikitpun yang bukan karunia. Hal tersebut meliputi yang ada dan mungkin ada. 

Saturday, 17 November 2012

Macam-Macam Filsafat, Menembus Ruang & Waktu


Oleh :
Rina Susilowati (09301241050)

Ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Senin, 12 November 2012. Berfilsafat itu merupakan kegiatan olah piker dalam arti sendiri, maupun bersama-sama, ada olah piker pikiran Indonesia, olah piker pikiran bangsa-bangsa, olah piker dunia, dan lain-lain. Dalam berfilsafat itu kita harus menggunakan referensi yaitu pikiran para biksu. Jadi, kita harus banyak membaca pemikiran para biksu, buku-buku tentang karyanya yang telah ada.
Macam-macam filsafat bergantung pada obyeknya yang ada dan mungkin ada. Kemudian kita melihat macam-macam filsafat itu jika obyeknya mungkin bisa dipersempit. Orang-orang jaman dulu berpikir bahwa sesuatu itu terbuat dari apa, contohnya bumi terbuat dari apa, sehingga filsafat orang dulu adalah filsafat alam. Jika obyeknya tentang diri manusia maka filsafatnya adalah filsafat manusia, yang kemudian kita memikirkan lokasi dari manusia tersebut. Contohnya manusia itu di pulau Jawa maka filsafatnya adalah filsafat manusia Jawa. Macam filsafat yang lain adalah jika obyeknya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan spiritual maka filsafat spiritual atau teologi.
Secara professional, macam filsafat dapat dilihat lebih rinci mengenai lokasi obyek tersebut, dimana yang kita pikirkan, maka berfilsafat itu membagi menjadi dua macam yaitu obyek yang dalam pikiran dan obyek di luar pikiran. Obyek yang di luar pikiran itu merupakan hal yang dapat dilihat, didengar ataupun diraba. Sedangkan obyek yang di dalam pikiran juga memiliki sifat-sifat tersendiri. Ketika kita memejamkan mata, maka kita memasukkan obyek ke dalam pikiran. Contoh : handphone. Ketika kita dapat melihat handphone maka obyek tersebut ada di luar pikiran, sedangkan ketika memejamkan mata dan masih mengingat handphone maka obyek tersebut berubah ada di dalam pikiran. Obyek yang dalam pikiran bersifat ideal dan tetap, yaitu yang benar menurut ilmu. Obyek pikir yang di dalam pikiran menghasilkan filsafat idealism. Tokoh filsafat idealism adalah Plato. Obyek yang di luar pikiran bersifat tidak tetap dan tokohnya adalah Aristoteles. Obyek pikir yang di luar pikiran itu menghasilkan filsafat realism.  
Selanjutnya, macam filsafat berdasarkan pada banyaknya obyek dapat dibagi menjadi tiga, yaitu monoisme, dualism, dan pluralism. Filsafat monoisme merupakan filsafat yang menganggap bahwa hanya ada satu yang benar yaitu kausa prima (Tuhan). Filsafat dualism ialah yang benar dua, sedangkan pluralism yaitu yang benar banyak. Macam-macam filsafat itu sebenarnya berdasarkan pada dimana, karakteristik dari obyek tersebut hingga sampai pada sejarah perkembangannya hingga filsafat modern atau filsafat kontemporer.
Obyek filsafat adalah sesuatu yang ada dan mungkin ada. Obyek tersebut merupakan urusan manusia. Ia mempunyai keterbatasan dalam olah pikir dan merupakan rahmat dari Tuhan sehingga manusia tidak sempurna. Manfaat dari ketidaksempurnaan itu ialah kita dapat membedakan. Contoh: kita tidak dapat hidup di air secara terus menerus karena kita dapat membedakan darat dan air, yang mana kehidupan kita. Segala hal yang ada dan mungkin ada sebenarnya membawa rahmat kepada kita jika mampu menggalinya dengan baik. Oleh karena itu, rasa syukur terus menerus saja masih kurang. Rasa syukur itu harus menjadi bagian dari kehidupan atau aktifitas sehari-hari, sehingga kita harus tahu bagaimana meningkatkan spiritual.
Penerapan rasa syukur kita akan rahmat Tuhan berkaitan dengan keterbatasan manusia dalam memikirkan dimensi ruang dan waktu. Menembus ruang dan waktu jika dibayangkan hanya manusia super atau manusia luar biasa yang dapat melakukannya. Tetapi pengertian dari menembus ruang dan waktu adalah mengalami perubahan. Ketika belajar filsafat, kita belajar secara professional yaitu secara intensif dan ekstensif. Kita harus memahami pikiran para biksu kemudian kita hubungkan atau kita korenspondensikan dengan pengalaman kita, sehingga upaya menembus ruang dan waktu itu berdimensi. Pertanyaan yang muncul adalah: Siapakah yang disebut ruang dan waktu? subyeknya siapa? siapakah dirimu? Kita mempunyai dimensi waktu. Menurut Immanuel Kant, ada tiga yaitu obyek yang ......................, obyek yang berkelanjutan dan obyek yang …………..… . Selanjutnya, mengenai dimensi ruang. Dimensi ruang tersebut adalah dimensi nol, dimensi satu, dimensi dua, dan seterusnya, tergantung kita memberikan nomor. Hal tersebut merupakan teori atau aksioma saja. Dalam kenyataannya yang sedang ditempati adalah ruang. Contohnya ruang terbuka, ruang tertutup, ruang dosen, dan lain-lain. Jika dikembangkan dengan bahasa analog, ruang adalah pikiran yang meliputi ada dan mungkin ada. Jadi ruang itu terdiri dari wadah dan isinya dimana yang ada dan mungkin ada itu meliputi wadah dan isinya. Tanpa wadah kita tidak dapat menemukan isi dan tanpa isi kita tidak dapat menemukan wadah. Untuk mengetahui ruang itu kita harus mengetahui waktu, begitu sebaliknya karena sebenar-benarnya waktu dan sebenar-benarya ruang itu tidak ada, hanya ada dalam pikiran. Hal ini merupakan intuisi, bukan definisi. Kita mempunyai ruang, contohnya ruang imajiner, tergantung kita memberikan nama. Ruang terdiri dari empat, yaitu material, formal, normatif, dan spiritual. Material merupakan bentuk fisiknya, formal yaitu yang ditulis secara resmi dan normative adalah ilmu atau tata kramanya. Orang yang berilmu adalah orang yang mengetahui ruang dan waktu sesuai dengan tempatnya. Jika ada orang yang berkhutbah dimana-mana tanpa tahu tempatnya maka ia merupakan orang gila.
Kita sebagai manusia dapat menciptakan ruang sendiri. Kita dapat memahami ruang dimensi satu, dua karena sebagai orang dewasa, kita menggunakan intuisi sedangkan anak-anak menggunakan definisi sehingga tidak dapat memahaminya. Kita juga dapat memahami ruang dimensi satu karena kita mempunyai ruang dimensi dua, memahami ruang dimensi dua karena mempunyai ruang dimensi tiga dan seterusnya.  Secara umum, ruang dimensi tiga merupakan bangun ruang, dimensi dua merupakan bangun datar, maka kita dapat membayangkan ruang dimensi satu, empat dan sebagainya. Orang matematika dapat memahami hingga ruang dimensi-n karena mereka menggunakan intuisi. Kemudian dikembangkan lagi sehingga kita mempunyai ruang kaum kapitalis, dimana hierarki dari bawah yaitu : ruang archaik, tribal, tradisional, teodal, modern, pos modern dan pos pos modern atau kapitalis.
Orang yang berilmu dalam pendidikan matematika ialah orang yang sopan santun terhadap apa yang mungkin ada di dalam pendidikan matematika, mengerti, memahami, mengamalkan dan direfleksikan. Belajar filsafat analog dengan belajar ilmu yang lain. Ketika belajar kita berhadapan dengan visi kita, yaitu menempatkan spiritual di paling atas, tiada dalam kehidupan ini terbebas dari unsure spiritual karena merupakan pendirian kita. Namun di sisi lain kita juga harus menghadapi gejolak dunia, dimana pengaruh “power of now” sangat besar dengan tombaknya yaitu kapitalisme, utilitarian, pragmatism dan hedonisme.
·         Kapitalisme : pandangan mengenai segala sesuatu diukur dari laju ekonomi. Keberhasilan seseorang diukur dari keberhasilanya dalam ekonomi.
·         Utilitarian : pandangan mengenai segala sesuatu itu diukur dari manfaatnya. Jadi ketika melakukan suatu hal maka kita harus apakah hal tersebut bermanfaat atau tidak. Contohnya Amerika yang menyerang Pakistan.
·         Pragmatism : hakekat budaya hidup cepat, praktis, tidak bertele-tele.
·         Hedonism : pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari atau mengejar kebahagian dan rasa senang, hanya mengejar kenikmatan dunia, lupa pada norma agama. Rasa senang itu bisa diperoleh jika menemukan sesuatu yang baru. Hedonism ini merupakan limbah dari kapitalisme. Contoh : perkawinan dan pernikahan dalam dunia Barat.
Dalam perkembangan global ini, kita menemukan system dimana system tersebut tidak sesuai dengan diri kita, maka itulah dajal. Oleh karena itu sangatlah penting orang harus beragama. Dunia yang diciptakan oleh power of now sangat luar biasa, meskipun mereka menaruh agama di tengah karena yang favorit adalah power of now. Contoh pengaruhnya dalam kehidupan kita adalah adanya handphone, kita tidak dapat menghindarinya. Seperti halnya siang dan malam, kita tidak dapat memisahkanya, kapan siang dan kapan malam. Itulah tantangan kita, sehingga harus waspada.
Pertanyaan yang masih belum terjawab adalah siapakah dirimu? Diri kita ini tergantung ruangnya. Jika material maka fisiknya seperti kaki, tangan, punggung, dan lain-lain, jika formalnya maka tulisan, ijazah, jika normative maka ilmunya dan spiritual adalah amal ibadahnya. Jadi menembus ruang dan waktu itu tergantung material, formal, normative dan spiritualnya. Sebuah batu juga mengalami ruang dan waktu walaupun tidak mengenal ruang dan waktu tapi batu itu ada dalam pikiran. Setiap manusia juga berbeda-beda dalam menembus ruang dan waktu, sehingga ruang dan waktu itu berdimensi.
Metode dalam menembus ruang dan waktu ada dalam pikiran subyeknya. Contoh : batu permata yang dipakai di tangan kita. Batu tersebut dapat menembus ruang dan waktu karena menempel di tangan. Agar kita mampu menembus ruang dan waktu, kita harus memahami tentang fenomenologi, fundalisme dan anti-fundalisme.
1.      Fenomenologi
Fenomenologi merupakan pikiran para biksu. Hal ini paling banyak digunakan oleh orang matematika karena dasarnya adalah abstraksi dan idealism. Abstraksi adalah memilih atau reduksi, sesuai dengan kodrat manusia. Contoh : manusia dilahirkan dari seorang ibu yang telah dipilih. Selain itu, manusia itu terbatas dan juga tidak adil. Ia tidak adil terhadap obyek yang ada di belakang karena tidak bisa melihatnya, tidak adil terhadap apa yang didengarkan. Oleh karena itu, manusia itu hidupnya reduksi, mulai menginjak tanah yang mana, kapan ngerem, kenapa belok dan lain-lain. Hal itu merupakan contoh dari reduksi yang kita lakukan. Ketika memikirkan sesuatu agar dapat jernih, kita memasukkan hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan ke dalam rumah epoke. Contoh : belajar mengenai bilangan, kita tidak perlu memikirkan lima apel ditambah delapan jeruk, tapi hanya memikirkan nilainya saja. Yang kedua adalah idelisme yang menganggap sesuatu itu sempurna.

2.      Fundamentalisme dan Anti-fundamentalisme
Semua makhluk beragama adalah kaum fundamental karena menetapkan Tuhan sebagai kausa prima yaitu sebab dari segala sebab, tidak ada sebab yang lain, sebab utama dan pertama. Selain itu karena mempunyai fundamen atau permulaan. Seluruh kaum matematis merupakan kaum fundamental karena membuat matematika dari definisi. Orang yang membangun keluarga juga merupakan kaum fundamental dengan dasarnya ijab Kabul.hakekat manusia adalah fundamen, tetapi hanya separuhnya karena semua manusi memiliki keterbatasan, sebagian besar tidak mampu mengenali permulaan. Contoh : kapan dimulainya pagi, siang atau malam? Sejak kapan dapat membedakan besar kecil? Tidak ada orang yang bisa mengatakanya kapannya. Hal ini disebut dengan anti-fundamentalisme, yang hanya menggunakan intuisi.
Apa yang disebut dengan 2? Jawabannya bermacam-macam, ada bilangan prima, bilangan genap, hasil dari 3-1 dan lain-lain. Ini merupakan jawaban yang salah karena kita tidak perlu mendefinisikan bilangan 2. Penyebab dari permasalahan dalam pendidikan matematika adalah para calon guru seperti kita ini yang kehilangan intuisinya. Maka manfaat dari belajar filsafat adalah merebut kembali intuisi yang hilang, tidak perlu definisi karena sudah ada.
Penerapannya dalam kehidupan : aku adalah fundamen karena setiap melakukan kegiatan dimulai dengan doa. Untuk berdoa dengan khusyuk maka tangkap pikiran yang lain dan masukkan ke dalam rumah epoke. Orang berdoa itu juga mempunyai sopan santun terhadap ruang dan waktu.
Dalam perkembangan perjalanan filsafat sampai era Auguste Comte yang melahirkan ilmu telah banyak sekali ruang yang diperoleh. Teknologi juga merupakan ruang, maka timbullah istilah-istilah baru. Pacar atau teman dekat mempunyai lambing atau sandi sendiri dimana orang lain tidak akan mengerti. Masing-masing orang mempunyai sandi sendiri. Sebagai contohnya adalah orang Jawa Timur yang mempunyai bahasanya sendiri, orang luar tidak dapat mengerti. Kata-kata baru yang muncul itu oleh orang yang mempunyai otoritas. Contoh : Syahrini yang menciptakan istilah baru. Dalam kehidupan ini kita harus memahami komunikasi, bagaimana kita dapat berkomunikasi dengan orang-orang itu sangat penting. 

Sunday, 14 October 2012

ALIRAN FILSAFAT, TOKOH DAN IDENYA


Oleh : Rina Susilowati
NIM : 09301241050


A.    PENDAHULUAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat.
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran dan pembahasan di dalam filsafat. Perkembangan filsafat dari waktu ke waktu merupakan suatu yang perlu untuk dipelajari agar dapat memahami filsafat dengan baik. Dalam perkembangannya tersebut, terdapat tokoh-tokoh yang banyak berperan dan memberikan kontribusi yang berarti, baik berupa ide, gagasan, pemikiran dan aliran dalam filsafat.

B.     PEMBAHASAN
1.      Yunani Kuno
Masyarakat primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi logo-sentris membuat manusia bisa membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu keluar dari mitologi dan memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya dan alam raya.
Di masa ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab dengan pendekatan rasional, tidak dengan mitos. Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik. Kehidupan masyarakat pada zaman Yunani Kuno masih di sekitar gunung-gunung dengan bersumber pada mata airnya.  Tokoh-tokoh yang berperan pada masa tersebut antara lain, Permenides, Heraclitos, Socrates, Plato dan Aristoteles.
Herakleitos (550 – 480 SM) adalah seorang filsuf yang tidak tergolong mazhab apapun. Di dalam tulisan-tulisannya, ia justru mengkritik dan mencela para filsuf dan tokoh-tokoh terkenal, seperti Homerus, Arkhilokhos, Hesiodos, Phythagoras, Xenophanes, dan Hekataios. Pemikiran Herakleitos yang paling terkenal adalah mengenai perubahan-perubahan di alam semesta, bahwa tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Ia terkenal dengan ucapannya panta rhei kai uden menei yang berarti "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap." Segala sesuatu yang terus berubah di alam semesta dapat berjalan dengan teratur karena adanya logos.
Parmenides (540 – 470 SM) adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan Herakleitos sebab ia berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah. Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak bergerak, tidak berubah, tidak terhancurkan, tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Pemikiran Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani. Dapat dikatakan bahwa dialah penemu metafisika, cabang filsafat yang menyelidiki "yang ada".
Socrates  (470 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari. Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai Bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum.
Plato (427 – 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah.
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia menulis berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni. Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengantheos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.


2.      Abad Pertengahan (12 – 15 M)
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran. Pada masa ini filsafat cenderung kehilangan otonominya, pemikiran filsafat abad pertengahan bercirikan Teosentris (kebenaran berpusat pada wahyu Tuhan), hal ini tidak mengherankan mengingat pada masa ini pengaruh Agama Kristen sangat besar dalam kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pemikiran.
Filsafat abad pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional (terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal. Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat Yunani dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu dicarikan landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional. Pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati.
Copernicus merupakan salah satu orang yang menerima hukuman dari gereja karena ia terus mencoba mengumpulkan bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa bumi bukan pusat yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari matahari. Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Galileo Galilei pernah dihukum dan dipaksa bertaubat dihadapan gereja karena mendukung konsep Copernicus tentang teori pusat alam semesta. Copernicus percaya bahwa pusat alam semesta adalah matahari, bukan bumi (heliosentris). Namun, karena takut akan kecaman gereja yang memiliki keyakinan berbeda, dia urung menerbitkan pemikiran-pemikirannya. Seorang ahli filsafat Giordano Bruno juga dianggap sesat dan dijatuhi hukuman mati. Giordano Bruno dibakar pada tahun 1600 di tengah kota Roma.

3.      Awal Jaman Modern
Pada abad 16 M pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Rene Descartes, dia berjasa dalam merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi budak keimanan.
Rene Descartes (1596 – 1650 M) disebut sebagai "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti. Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum yang berarti "Aku berpikir maka aku ada". Baginya eksistensi pikiran manusia adalah sesuatu yang absolut dan tidak dapat diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu salah, pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya, tidak dapat diragukan lagi bahwa pikiran itu sendiri eksis/ada. Pikiran bagi Descrates ialah suatu benda berpikir yang bersifat mental ( res cogitans ) bukan bersifat fisik atau material. Dari prinsip awal bahwa pikiran itu eksis, Descrates melanjutkan filsafatnya untuk membuktikan bahwa Tuhan dan benda-benda itu ada.
Sedangkan aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711 – 1776 M), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci. David Hume merupakan puncak aliran empirisme. Baginya dan tokoh lain, pengalaman (empirea) lebih dari pada rasio sebagai sumber pengetahuan, baik pengalaman intern maupun ekstern.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Menurutnya, semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Ilmu inilah yang merupakan satu-satunya dasar kokoh bagi ilmu  lain.

4.      Jaman Modern
Pada abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Setelah reformasi, renesanse dan setelah rasionalisme, pemikiran manusia mulai dianggap telah “dewasa”. Immanuel Kant dianggap sebagai inspirator dan sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan” pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme.
Dalam karya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.

5.      Jaman Pos Modern (Positivisme)
Positivisme yang diperkenalkan Auguste Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad sembilan belas. Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Dalam karya besarnya, Comte mengklaim bahwa dari hasil studi tentang perkembangan intelektual manusia sepanjang sejarah kita bisa menemukan hukum yang mendasarinya. Hukum ini, yang kemudian dikenal sebagai Law of Three Stages, yang setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya, secara berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif, kondisi metafisis yang bercorak abstrak, dan saintifik atau positive. Bagi Comte, pikiran manusia berkembang dengan melewati tiga tahap filsafati, yang berbeda dan berlawanan, yaitu tahap pertama merupakan titik awal pemahaman manusia dalam memahami dunia, tahap transisi dan tahap akhir ialah definitif dari intelektualitas manusia.

6.      Pos Modern (Filsafat Kontemporer)
Filsafat kontemporer sering dikaitkan dengan pos modernisme, dikarenakan posmodernisme yang berarti “setelah modern” merupakan akibat logis dari zaman kontemporer. Posmodernisme menyaratkan kebebasan, dan tidak selalu harus simetris. Kebebasan dalam memakai teori, menanggapi, dan mengkritik selama kebebasan tersebut merupakan suatu hal original. Semuanya terbuka lebar untuk dipikirkan dan diperbincangkan, tidak ada batasan pasti dalam filsafat kontemporer selama semua masih dinamis dan tidak kaku seperti zaman pra-modern. Masalah aktual dan faktual diperbincangkan dan ditanggapi, lalu diberi solusi. Dengan filsafat akan bisa ditemukan solusi terbaik terhadap masalah tersebut karena filsafat juga menguji solusi yang akan diambil dan yang dianggap baik.  Oleh karenanya filsafat kontemporer merupakan ekstensifikasi dari pemikiran manusia dari hal-hal yang umum menjadi yang sangat khusus dan terkait dengan hal khusus lainnya.
Aliran-aliran filsafat pada masa ini antara lain :
a.       Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan dan sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
b.      Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi atau penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
c.       Capitalis
Capitalis didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Kapitalisme berkembang secara bertahap dari feodalisme bourgeoisme sampai kepada kapitalisme. Selama proses itu berlangsung telah berkembang berbagai pemikiran dan idiologi yg melanda dalam arus yg mengarah kepada pengukuhan hak milik pribadi dan seruan kebebasan. Pada dasarnya kapitalisme tegak di atas pemikiran aliran bebas dan aliran klasik. Kapitalisme pada dasarnya memerangi agama. Pada mulanya bersifat pembangkangan terhadap kekuasaan gereja. Akhirnya membangkang tiap peraturan yg mengandung moral.
d.      Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalanani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?".

b.      KESIMPULAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat merupakan hasil pemikiran ahli-ahli filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah pemikiran filsafat ini amat panjang dan filsafat telah amat banyak mempengaruhi perkembangan keseluruh budaya umat manusia. Filsafat telah mempengaruhi sikap hidup, cara berpikir, kepercayaan atau ideologinya.
Aliran filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Jadi, wajar apabila terlatar belakang priapat perbedaan-perbedaan, yang dikarenakan oleh latar belakang para ahli tersebut, di samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Filsafat dapat berbentuk cita-cita, idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu pola kehidupan tertentu. Pada bidang filsafat awal mula timbulnya berasal dari rasa ingin tahu kemudian terbentuklah mitos yang mempercayai keberadaan sifat gaib yaitu roh-roh di balik alam jagat raya ini, dan ini dipercayai oleh orang dahulu sebagai suatu kebenaran.
Perkembangan filsafat dimulai pada masa Yunani Kuno, dimana kehidupan masyarakatnya masih primitif, di daerah pegunungan yang bersumber pada mata air. Tokoh-tokoh yang berperan penting antara lain Parmenides, Heraclitos, Socrates, Plato dan Aristoteles. Selanjutnya, yang disebut dengan abad pertengahan, dimana pada masa itu merupakan masa matinya filsafat karena adanya dominasi gereja. Pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati, contohnya adalah Galileo Galilei dan Giordano Bruno karena mendukung konsep Copernicus tentang teori pusat alam semesta. Copernicus percaya bahwa pusat alam semesta adalah matahari, bukan bumi (heliosentris).
Pada abad 16 M pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Rene Descartes dengan aliran rasionalisme. Sedangkan aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Selanjutnya, pada abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Immanuel Kant dianggap sebagai inspirator dan sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan” pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme.
Positivisme merupakan jaman pos modern. Positivisme yang diperkenalkan oleh Auguste Comte adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Sedangkan filsafat kontemporer sering dikaitkan dengan pos modernisme, dikarenakan posmodernisme yang berarti “setelah modern” merupakan akibat logis dari zaman kontemporer. Posmodernisme menyaratkan kebebasan, dan tidak selalu harus simetris. Aliran-aliran pada pos modern antara lain pragmatism, utilitarian, capitalis dan hedonism.


DAFTAR PUSTAKA

Entri Populer

About Me

My Photo
Rina Susilowati
purple girl........
View my complete profile