topbella

Sunday, 14 October 2012

ALIRAN FILSAFAT, TOKOH DAN IDENYA


Oleh : Rina Susilowati
NIM : 09301241050


A.    PENDAHULUAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat.
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran dan pembahasan di dalam filsafat. Perkembangan filsafat dari waktu ke waktu merupakan suatu yang perlu untuk dipelajari agar dapat memahami filsafat dengan baik. Dalam perkembangannya tersebut, terdapat tokoh-tokoh yang banyak berperan dan memberikan kontribusi yang berarti, baik berupa ide, gagasan, pemikiran dan aliran dalam filsafat.

B.     PEMBAHASAN
1.      Yunani Kuno
Masyarakat primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi logo-sentris membuat manusia bisa membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu keluar dari mitologi dan memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya dan alam raya.
Di masa ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab dengan pendekatan rasional, tidak dengan mitos. Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik. Kehidupan masyarakat pada zaman Yunani Kuno masih di sekitar gunung-gunung dengan bersumber pada mata airnya.  Tokoh-tokoh yang berperan pada masa tersebut antara lain, Permenides, Heraclitos, Socrates, Plato dan Aristoteles.
Herakleitos (550 – 480 SM) adalah seorang filsuf yang tidak tergolong mazhab apapun. Di dalam tulisan-tulisannya, ia justru mengkritik dan mencela para filsuf dan tokoh-tokoh terkenal, seperti Homerus, Arkhilokhos, Hesiodos, Phythagoras, Xenophanes, dan Hekataios. Pemikiran Herakleitos yang paling terkenal adalah mengenai perubahan-perubahan di alam semesta, bahwa tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Ia terkenal dengan ucapannya panta rhei kai uden menei yang berarti "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap." Segala sesuatu yang terus berubah di alam semesta dapat berjalan dengan teratur karena adanya logos.
Parmenides (540 – 470 SM) adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan Herakleitos sebab ia berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah. Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak bergerak, tidak berubah, tidak terhancurkan, tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Pemikiran Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani. Dapat dikatakan bahwa dialah penemu metafisika, cabang filsafat yang menyelidiki "yang ada".
Socrates  (470 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari. Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai Bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum.
Plato (427 – 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah.
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia menulis berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni. Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengantheos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.


2.      Abad Pertengahan (12 – 15 M)
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran. Pada masa ini filsafat cenderung kehilangan otonominya, pemikiran filsafat abad pertengahan bercirikan Teosentris (kebenaran berpusat pada wahyu Tuhan), hal ini tidak mengherankan mengingat pada masa ini pengaruh Agama Kristen sangat besar dalam kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pemikiran.
Filsafat abad pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional (terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal. Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat Yunani dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu dicarikan landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional. Pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati.
Copernicus merupakan salah satu orang yang menerima hukuman dari gereja karena ia terus mencoba mengumpulkan bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa bumi bukan pusat yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari matahari. Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Galileo Galilei pernah dihukum dan dipaksa bertaubat dihadapan gereja karena mendukung konsep Copernicus tentang teori pusat alam semesta. Copernicus percaya bahwa pusat alam semesta adalah matahari, bukan bumi (heliosentris). Namun, karena takut akan kecaman gereja yang memiliki keyakinan berbeda, dia urung menerbitkan pemikiran-pemikirannya. Seorang ahli filsafat Giordano Bruno juga dianggap sesat dan dijatuhi hukuman mati. Giordano Bruno dibakar pada tahun 1600 di tengah kota Roma.

3.      Awal Jaman Modern
Pada abad 16 M pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Rene Descartes, dia berjasa dalam merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi budak keimanan.
Rene Descartes (1596 – 1650 M) disebut sebagai "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti. Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum yang berarti "Aku berpikir maka aku ada". Baginya eksistensi pikiran manusia adalah sesuatu yang absolut dan tidak dapat diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu salah, pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya, tidak dapat diragukan lagi bahwa pikiran itu sendiri eksis/ada. Pikiran bagi Descrates ialah suatu benda berpikir yang bersifat mental ( res cogitans ) bukan bersifat fisik atau material. Dari prinsip awal bahwa pikiran itu eksis, Descrates melanjutkan filsafatnya untuk membuktikan bahwa Tuhan dan benda-benda itu ada.
Sedangkan aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711 – 1776 M), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci. David Hume merupakan puncak aliran empirisme. Baginya dan tokoh lain, pengalaman (empirea) lebih dari pada rasio sebagai sumber pengetahuan, baik pengalaman intern maupun ekstern.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Menurutnya, semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Ilmu inilah yang merupakan satu-satunya dasar kokoh bagi ilmu  lain.

4.      Jaman Modern
Pada abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Setelah reformasi, renesanse dan setelah rasionalisme, pemikiran manusia mulai dianggap telah “dewasa”. Immanuel Kant dianggap sebagai inspirator dan sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan” pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme.
Dalam karya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.

5.      Jaman Pos Modern (Positivisme)
Positivisme yang diperkenalkan Auguste Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad sembilan belas. Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Dalam karya besarnya, Comte mengklaim bahwa dari hasil studi tentang perkembangan intelektual manusia sepanjang sejarah kita bisa menemukan hukum yang mendasarinya. Hukum ini, yang kemudian dikenal sebagai Law of Three Stages, yang setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya, secara berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif, kondisi metafisis yang bercorak abstrak, dan saintifik atau positive. Bagi Comte, pikiran manusia berkembang dengan melewati tiga tahap filsafati, yang berbeda dan berlawanan, yaitu tahap pertama merupakan titik awal pemahaman manusia dalam memahami dunia, tahap transisi dan tahap akhir ialah definitif dari intelektualitas manusia.

6.      Pos Modern (Filsafat Kontemporer)
Filsafat kontemporer sering dikaitkan dengan pos modernisme, dikarenakan posmodernisme yang berarti “setelah modern” merupakan akibat logis dari zaman kontemporer. Posmodernisme menyaratkan kebebasan, dan tidak selalu harus simetris. Kebebasan dalam memakai teori, menanggapi, dan mengkritik selama kebebasan tersebut merupakan suatu hal original. Semuanya terbuka lebar untuk dipikirkan dan diperbincangkan, tidak ada batasan pasti dalam filsafat kontemporer selama semua masih dinamis dan tidak kaku seperti zaman pra-modern. Masalah aktual dan faktual diperbincangkan dan ditanggapi, lalu diberi solusi. Dengan filsafat akan bisa ditemukan solusi terbaik terhadap masalah tersebut karena filsafat juga menguji solusi yang akan diambil dan yang dianggap baik.  Oleh karenanya filsafat kontemporer merupakan ekstensifikasi dari pemikiran manusia dari hal-hal yang umum menjadi yang sangat khusus dan terkait dengan hal khusus lainnya.
Aliran-aliran filsafat pada masa ini antara lain :
a.       Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan dan sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
b.      Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi atau penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
c.       Capitalis
Capitalis didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Kapitalisme berkembang secara bertahap dari feodalisme bourgeoisme sampai kepada kapitalisme. Selama proses itu berlangsung telah berkembang berbagai pemikiran dan idiologi yg melanda dalam arus yg mengarah kepada pengukuhan hak milik pribadi dan seruan kebebasan. Pada dasarnya kapitalisme tegak di atas pemikiran aliran bebas dan aliran klasik. Kapitalisme pada dasarnya memerangi agama. Pada mulanya bersifat pembangkangan terhadap kekuasaan gereja. Akhirnya membangkang tiap peraturan yg mengandung moral.
d.      Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalanani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?".

b.      KESIMPULAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat merupakan hasil pemikiran ahli-ahli filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah pemikiran filsafat ini amat panjang dan filsafat telah amat banyak mempengaruhi perkembangan keseluruh budaya umat manusia. Filsafat telah mempengaruhi sikap hidup, cara berpikir, kepercayaan atau ideologinya.
Aliran filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Jadi, wajar apabila terlatar belakang priapat perbedaan-perbedaan, yang dikarenakan oleh latar belakang para ahli tersebut, di samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Filsafat dapat berbentuk cita-cita, idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu pola kehidupan tertentu. Pada bidang filsafat awal mula timbulnya berasal dari rasa ingin tahu kemudian terbentuklah mitos yang mempercayai keberadaan sifat gaib yaitu roh-roh di balik alam jagat raya ini, dan ini dipercayai oleh orang dahulu sebagai suatu kebenaran.
Perkembangan filsafat dimulai pada masa Yunani Kuno, dimana kehidupan masyarakatnya masih primitif, di daerah pegunungan yang bersumber pada mata air. Tokoh-tokoh yang berperan penting antara lain Parmenides, Heraclitos, Socrates, Plato dan Aristoteles. Selanjutnya, yang disebut dengan abad pertengahan, dimana pada masa itu merupakan masa matinya filsafat karena adanya dominasi gereja. Pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada hukuman mati, contohnya adalah Galileo Galilei dan Giordano Bruno karena mendukung konsep Copernicus tentang teori pusat alam semesta. Copernicus percaya bahwa pusat alam semesta adalah matahari, bukan bumi (heliosentris).
Pada abad 16 M pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Rene Descartes dengan aliran rasionalisme. Sedangkan aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Selanjutnya, pada abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Immanuel Kant dianggap sebagai inspirator dan sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan” pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme.
Positivisme merupakan jaman pos modern. Positivisme yang diperkenalkan oleh Auguste Comte adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Sedangkan filsafat kontemporer sering dikaitkan dengan pos modernisme, dikarenakan posmodernisme yang berarti “setelah modern” merupakan akibat logis dari zaman kontemporer. Posmodernisme menyaratkan kebebasan, dan tidak selalu harus simetris. Aliran-aliran pada pos modern antara lain pragmatism, utilitarian, capitalis dan hedonism.


DAFTAR PUSTAKA

Saturday, 6 October 2012

ADAB BERFILSAFAT


Oleh : Rina Susilowati (09301241050)

Filsafat pendidikan matematika merupakan gabungan dari filsafat dan pendidikan matematika. Filsafat itu sendiri berarti olah pikir yang reflektif sehingga kita mengungkapkan kembali apa yang telah kita peroleh dengan kalimat sendiri. Filsafat tersebut meniru terminology dunia sebab dengan kata-kata dunia kita bisa menaruhnya di depan apapun. Jadi, filsafat dapat ditaruh di depan apapun, seperti filsafat manusia, filsafat agama, filsafat Tuhan, filsafat matematika, filsafat pendidikan, dan lain-lain.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa filsafat merupakan olah pikir, sehingga kita dapat memikirkan apapun, meskipun hal itu terbatas. Filsafat merupakan ilmu yang multi…, artinya dekat dengan diri tapi bisa juga jauh, bisa ringan dan bisa berat, bisa menghibur dan bisa berbahaya. Jadi, filsafat dapat didefinisikan dalam beberapa hal, hal ekstrimnya ialah apa aja.
Kita mempelajari tentang filsafat, berarti mempelajari tentang adat atau tata cara. Orang yang memperhatikan tata cara disebut orang yang beradab, sedangkan lawannya yaitu biadab. Dalam perkuliahan filsafat ini kita sedang mencari tata cara. Adab atau tata cara berfilsafat antara lain :
1.      Kedudukan filsafat dikaitkan dengan spiritual atau hubungan antara berdoa dengan pikiran
Filsafat itu letaknya tinggi, namun setinggi-tingginya filsafat tidak boleh melebihi spiritual atau keyakinan. Hal ini sangatlah utama sehingga tidak boleh dilanggar. Jadi, janganlah mencoba-coba mengungkap misteri Tuhan tak terbatas dan ada kecenderungan melemahkan keyakinan. Sebelum dan sesudah mempelajari filsafat kita perlu untuk berdoa, memohon petunjuk dari Tuhan. Hal yang perlu juga untuk kita ingat ialah satu langkah berfilsafat atau berpikir itu sebanding dengan sepuluh kali berdoa, sehingga filsafat itu tetap tidak akan melebihi spiritual. Selain itu, jika kita hanya menggunakan filsafat maka kita tidak akan mengerti seluk beluk hati, termasuk cinta, karena sehebat-hebat pikiran tidak akan pernah tuntas menjelaskan tentang cinta.


2.      Filsafat itu hidup
Filsafat itu hidup sehingga cara mempelajarinya menggunakan metode hidup, yaitu pelajari, catat segala ciptaan Tuhan, pelajari bagaimana bisa menghidupkan tanaman, manusia, dan lain-lain. Filsafat itu seperti hidup, sebab ada hidup yang sehat dan tidak sehat, hidup bahagia dan susah. Hidup yang tidak sehat yaitu sakit, contohnya tergesa-gesa, terpaksa, memaksa, sakit badan. Hidup yang sehat itu orangnya beradab, artinya berusaha mengenal tata cara dan sopan santun. Jika kita sedang risau maka berdoa kepada Tuhan dan mohon petunjuk-Nya. Hidup yang sehat secara filsafat yaitu hidup yang harmonis, yang seimbang antara unsur-unsurnya. Contoh: seimbang antara kemampuan dan kegiatan membeli. Jika ingin hidup bahagia maka harus seimbang dan harmonis, namun tidak hanya diam saja. Diam itu tidak seimbang karena tumbuhnya adalah tumbuh ikhtiar, usaha, dan keikhlasan menerima di dalam ikhtiar yang mengerti aturan-aturan dalam kerangka  spiritualnya. Orang yang hanya memikirkan dunia atau akhirat saja juga tidak imbang. Hidup yang sehat merupakan hidup yang indah.
Bahasa yang digunakan dalam filsafat adalah analog, lebih dari sekedar kiasan. Contoh: kita menyebut hati, itu dapat berarti spiritual, agama, keyakinan. Kemudian jika kita membicarakan tentang pikiran maka itu berarti urusan manusia, urusan dunia yang tampak.
Obyek filsafat yaitu apa yang dipelajari dalam filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada ialah obyek yang dapat dilihat, diraba dan dipikirkan. Sedangkan yang mungkin ada ialah yang belum diketahui. Namun jika obyek tersebut telah diungkapkan maka ada karena telah ada di pikiran.
Metode hidup itu belajar dari kata filsafat yaitu ada referensinya. Jika dinaikkan maka menjadi spiritual (ada kitab suci), jika diturunkan menjadi ilmu bidang (ada buku pintar) dan jika diturunkan lagi menjadi kegiatan (ada teknik). Metode berfilsafat ada kaitannya dengan pikiran yang disebut “terjemah dan diterjemahkan” (hermenitika) artinya berinteraksi yang reflektif. Kata hermin tersebut berasal dari Yunani Kuno. Pada masa sebelum orang mengenal agama, Dewa Hermin dipercaya oleh orang Yunani Kuno sebagai dewa yang dianggap mengerti bisikan Tuhan yang kemudian menyampaikannya kepada orang-orang tersebut.
Segala hal di dunia ini berinteraksi dengan yang lain, seperti tanaman, batu berinteraksi dengan udara, air dan lain-lain. Interaksi pada kuliah dengan cara membaca elegi-elegi dalam blog powermathematics.blogspot.com, membuat komentar, membaca sejarah perkembangan filsafat di Wikipedia. Di akhir refleksi dibuat pertanyaan, minimal satu. Jadi, jangan berpikir bahwa hanya menerima kuliah dengan pikiran terbuka tanpa melakukan apapun.
3.      Kejernihan memandang
Dalam berfilsafat, pikiran kita harus jernih. Agar berpikir jernih maka badannya harus bersih, yaitu tidak sedang ngantuk, menahan sakit, gelisah dan lain-lain. Dalam filsafat, hal tersebut adalah pure, tidak ada kebencian dan yang perlu dilakukan sebelum berfilsafat adalah berdoa agar tidak sesat.
4.      Dimulai dengan pertanyaan
Berfilsafat dimulai dengan pertanyaan, yaitu kekaguman akan hal-hal yang kecil, seperti apa hakekat suara burung, bagaimana dua ekor cicak bercinta, penderitaan seekor semut. Berfilsafat itu harus mampu berangkat dari hal yang sepele, yang dianggap oleh orang itu tidak penting.
Manfaat kita mempelajari filsafat yaitu seperti manfaat berpikir, sehingga sangatlah penting. Filsafat itu berarti memahami, ada dua macam yaitu jika yang dipikirkan adalah orang lain maka bagaimana mampu memahaminya, sedangkan memahami diri sendiri itu sulit dan jika yang dipikirkan adalah tentang diri sendiri maka pertanyaannya bagaimana mampu menjelaskannya kepada orang lain. Selanjutnya, kaitan filsafat dengan pendidikan matematika adalah sama-sama dipikirkan. Keyakinan diri seseorang mempengaruhi orang dalam berfilsafat karena itu merupakan berpikir, sehingga pola berpikir hendaknya diwarnai oleh keyakinan.
Dalam berfilsafat itu dimulai dengan hal yang sepele. Cirri-ciri pertanyaan filsafat adalah menggunakan kata “mengapa”. Contoh: mengapa diriku perempuan. Hal lainnya yang perlu ditanyakan adalah hakekat dari sesuatu. Contoh: apa hakekat kehilangan. Hakekat kehilangan adalah terlepasnya kuasamu atas obyek yang dimaksud, tidak kuasa lagi menggunakannya. Namun, suatu definisi itu belumlah cukup, tergantung pada konteksnya, per dimensi. Selain itu, berfilsafat berawal dari kekaguman. Namun, kagum tidak memikirkan itu mitos. Sedangkan filsafat merupakan lawan dari mitos, karena mencari logos. Seorang anak belajar dengan mitos, karena ia tidak mengerti tapi melaksanakannya.

Entri Populer

About Me

My Photo
Rina Susilowati
purple girl........
View my complete profile