topbella

Thursday 27 December 2012

Hermenetika Pembelajaran Matematika (Iceberg Approach)

Oleh :Rina Susilowati (09301241050)
http://rinasusilowati50.blogspot.com/

Ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Jumat, 21  Desember 2012 yang merupakan pertemuan terakhir di semester 7 tentang implementasi filsafat pendidikan matematika yang diambil dari hasil kinerja dosen yang bersangkutam, yaitu berdasarkan presentasi yang telah dilakukan pada tahun 2010 di Ciangmai. Presentasi tersebut mengenai “iceberg approach”, yaitu dari matematika konkret, model konkret, model formal dan matematika formal yang melibatkan hermenetika. Hermenetika dapat kita artikan sebagai proses interpretasi terhadap apa yang kita pelajari.
Hermenetika kehidupan dalam filsafat digambarkan sebagai sebuah pegas yang berbentuk spiral dan garus lurus. Lurus berarti kita tidak akan pernah mengulangi hal yang sama. Sedangkan spiral tersebut dapat mengembang dapat pula mengerucut kecil. Spiral yang digambarkan dalam hermenetika ini memiliki makna bahwa pengetahuan diperoleh melalui sebuah usaha yang dilakukan secara kontinu. Pada bagian atas spiral terdapat sebuah kata yaitu text sedangkan pada bagian bawah spiral terdapat keterangan interpretasi. Text menunjukkan bahwa hermenetika kehidupan diperoleh melalui kegiatan membaca yang ada dan yang mungkin ada yang dilakukan secara terus-menerus. Sedangkan interpretasi diilustrasikan sebagai kegiatan menterjemah dari apa yang dibaca sehingga dalam proses ini text dijadikan sebagai teori dan interpretasi diartikan sebagai suatu aktivitas. Dengan demikian, hermenetika kehidupan dimulai dari kegiatan membaca dan menterjemahkan yang ada dan yang mungkin ada. Kegiatan membaca dan menterjemahkan yang dilakukan secara disiplin dan terus-menerus dapat meningkatkan kemampuan intuisi manusia. Melalui intuisi-intuisi inilah, kita akan memperoleh banyak pengalaman-pengalaman berharga.
Hermenetika pembelajaran matematika juga digambarkan sebagai sebuah spiral dan garis lurus. Garis lurus menggambarkan bahwa pembelajaran yang telah dilaksanakan tidak akan pernah terulang kembali sedangkan spiral menggambarkan bahwa pembelajaran yang telah berlangsung dapat kita ulangi kembali dengan inovasi baru yang disesuaikan dengan objeknya serta dimensi ruang dan waktunya. Selain digambarkan sebagai spiral dan garis lurus, hermenetika pembelajaran matematika juga digambarkan sebagai gunung es.
Prinsip yang digunakan dalam pendekatan gunung es ada dua macam yaitu matematika vertikal dan matematika horizontal. Melalui matematika horizontal siswa dikenalkan pada permasalahan yang bersifat kontekstual, sehingga siswa akan terbiasa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang bersifat konkret. Dalam proses mencari solusi, siswa dapat menggunakan metode, cara, bahasa, maupun simbol mereka sendiri sesuai dengan pemahaman mereka sehingga diperlukan adanya intuisi dalam matematika. Melalui intuisinya, siswa akan berkenalan dengan matematika secara sadar dan senang. Belajar disertai dengan rasa senang dan tanpa paksaan akan menimbulkan dampak positif bagi siswa. Sedangkan pada matematika vertikal siswa akan mencoba menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Matematika vertikal merupakan suatu kondisi dimana siswa mulai menggunakan simbol-simbol matematika dalam menyelesaikan setiap permasalahan matematika atau dapat juga dikatakan siswa telah menggunakan matematika formal. Pendekatan gunung es dengan pendekatan realistik matematika dapat dijadikan sebagai cara ataupun referensi oleh guru untuk merencanakan pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan siswa dan mampu mengembangkan keterampilan yang dimilii oleh siswa. Pembelajaran melalui pendekatan tersebut diharapkan mampu melahirkan siswa-siswa yang tidak hanya memiliki kompetensi yang tinggi terhadap matematika namun juga mampu mengembangkan keterampilannya.

Saturday 15 December 2012

Pertanyaan-pertanyaan Filsafat


Oleh :
Rina Susilowati (09301241050)

Ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Senin, 10 Desember 2012 yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa yang diajukan untuk dijawab oleh dosen yang bersangkutan.
*      Yulian Angga P. : Apakah dalam kehidupan ini mengikuti pola?
Jawaban :
Sebuah pola bukanlah pola bagi orang yang tidak memahaminya. Sebuah jalan bukanlah jalan bagi orang yang memahaminya. Namun bagi orang yang memahami dan mempercayai bahwa semua sudah di desain oleh Tuhan sehingga dalam hidup ini ada polanya, tergantung pikiran dan keyakinan kita.
*      Rina Susilowati :  Apa hakekat perbedaan dalam persatuan?
  Kapan sesuatu itu disebut sebagai mimpi?
Jawaban :
Orang itu berbeda dalam segala hal, tapi tetap bisa bersama dalam beberapa hal. Semua orang dalam kehidupan itu sama, seperti sama-sama makhluk Tuhan, sama-sama bersikap, sama-sama hidup, dan lain-lain. Namun, tidak ada manusia di dunia ini yang sama meskipun diciptakan dari sesuatu yang sama. Dalam filsafat, perbedaan dalam persatuan itu solusinya adalah yang sama itu apanya dan yang tidak sama itu apanya.
Mimpi itu berarti ingat kembali berdasarkan kualitasnya dan pengalaman hidupnya. Contoh : rindu sekali, sehingga mimpi bertemu dengan orang yang dirindukan. Area mimpi bisa dipelajari dalam berfilsafat, ada teorinya.
*      Ermitasari : Apakah beda antara sayang dan cinta?
Jawaban :
Sayang dan cinta itu kontekstual dan berdimensi, sama-sama merupakan intuisi sehingga tidak dapat didefinisikan dan hanya dapat dicirikan atau diketahui berdasarkan karakteristiknya. Misalnya karakteristik orang yang sedang jatuh cinta. Orang  akan mampu membedakan antara sayang dan cinta dengan intuisi, pengalamanlah yang akan mampu mendefinisikannya, yaitu berdasarkan orang-orang di sekitarnya, bagaimana yang disebut dengan cinta dan bagaimana yang disebut dengan sayang. Jadi, setiap orang mampu mendefinisikan cinta dan sayang sendiri-sendiri. Contoh : oh sayangku, oh cintaku itu levelnya sama, yaitu untuk memanggil pacar. Selain itu, karena cinta itu konstektual, maka nama orang pun terkadang menggunakan kata cinta, sebab orang member nama itu juga konstektual.
*      Dwi Kartikasari : Mengapa yang tidak ada bukan merupakan obyek filsafat?
Jawaban :
Obyek filsafat memang yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan yang tidak ada itu relatif, tergantung ruang dan waktu. Nah, yang tidak ada pun bisa dikategorikan menjadi yang mungkin ada sehingga juga merupakan obyek filsafat. Contoh : kita tidak mengerti apa yang sedang dipegang oleh seseorang, tapi sesuatu itu bisa jadi mungkin ada.
*      Nurmanita Prima R. : Bagaimana hakekat guru matematika yang galak?
Jawaban :
Pertanyaan tersebut diubah menjadi apa ciri-ciri guru yang galak, karena tidak sesuai jika kata hakekat itu digunakan. Galak merupakan sifat seseorang. Ciri-cirinya adalah mudah marah, mempunyai toleransi yang kecil, suka memaksakan kehendak.
*      Arlian Bety A. : bagaimana menghadapi orang yang enggan untuk berbagi pengetahuan kepada orang lain?
Jawaban :
Kita menggunakan komunikasi dengan orang lain, jika yang dihargai tidak ikhlas, maka berdoa saja. Pelit itu juga berdimensi. Menurut saya, dalam hal ilmu itu murah, silahkan untuk diketahui. Tapi orang-orang di tingkat Negara maju atau negara kapital yang orientasinya bisnis, maka ia sudah mulai menghargai apa yang mereka pikirkan. Di Amerika, ada “teachers pay teachers” yang artinya guru membayar guru. Seorang guru itu membuat file, dokumen, artikel yang dipublikasikan agar dapat dilihat oleh semua orang. Jika orang tersebut menginginkannya, maka ia harus membayar. Oleh karena itu, ilmu yang dimiliki akan bermanfaat bagi orang lain.  Dalam menasehati orang lain juga ada caranya agar apa yang dikatakan itu dapat dipahami sebagai saran untuk kebaikannya.
*      Naafi Awalunita : Bagaimana cara memberikan pemahaman pure mathematics kepada para guru yang tidak suka?
Jawaban :
Berdasarkan pertanyaan tersebut, anda menganggap bahwa orang lain adalah obyek yang diberikan ilmu. Walaupun guru atau orang dewasa, prinsip hidup itu ketrampilan hidup atau lifeskill, yaitu to construct, tidak sembarangan, tidak hanya menerima ilmu. Ada tahapan dalam memahami sesuatu. Contoh : pengalaman Bapak Marsigit saat berkunjung ke SMP Balikpapan.
Ketika pertama kali maka tidak memiliki pemahaman sama sekali atau pemahamannya masih nol, setelah diberi tahu oleh seseorang tentang keadaan dari sekolah tersebut maka pemahamannya bertambah. Selanjutnya sampai di sekolah, beliau berkeliling untuk mengadakan observasi sehingga pemahaman terus bertambah. Sebagai pembelajar, kita harus aktif memahaminya, bukan hanya diberi. Dalam memahami sesuatu itu membutuhkan waktu, kita membangun pengetahuan sendiri, harus memiliki keinginan yang besar untuk mau belajar.
*      Felisitas Sayekti P. : Apa yang menyebabkan krisis multidimensi di Indonesia?
Jawaban :
Krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia itu penyebabnya adalah guru. Perilaku guru yang seperti telah disebutkan di atas, bahwa tidak belajar secara alami dan kehilangan intuisinya sehingga ngawur dan melanggar peraturan-peraturan yang ada.
*      Siti Subekti : Apa yang dimaksud dengan hermenitika?
Jawaban :
Hermenitika artinya menerjemahkan dan diterjemahkan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Belajar matematika juga merupakan hermenitika, yaitu sebagai guru, kita memfasilitasi atau membantu agar siswa mampu bersilaturahmi dengan matematika.

*      Rudy Prasetya : Bagaimana melawan kemalasan?
Jawaban :
Gemuk itu godaannya ingin tidur, sehingga membuat malas. Berfilsafat itu membuat badan menjadi kurus, karena mengerti bisa menyebabkan tidak bahagia. Contoh : mengerti kalau selingkuh
*      Aries Saputra : Apa beda khayalan dan cita-cita?
Jawaban :
Khayalan itu cita-cita, tapi cita-cita belum tentu khayalan. Cita-cita itu khayalan yang punya alasan dan latar belakang. Misal : dasarnya adlah orang tua. Jika orangtuanya seorang guru, maka ia mempunyai cita-cita menjadi seorang guru. Selain itu, cita-cita merupakan berkhayal yang terstruktur dan khayalan yang bisa dipertanggung jawabkan. Kalau berkhayal itu terputus-putus.
*      Siti Zaenab : Apa hakekat sombong?
Jawaban :
Sombong itu pengertiannya bertingkat-tingkat, dari orang awam hingga spiritual. Jika spiritual, maka pengertiang sombong itu dapat diketahui dengan mempelajari setan. Sombong dapat dimengerti tanpa didefinisikan karena itu menggunakan intuisi. 

Monday 3 December 2012

Makna Mitos dalam Kehidupan


Oleh :
Rina Susilowati (09301241050)

Ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat pada hari Senin, 26 November 2012. Setiap mempelajari suatu ilmu itu harus merefleksikannya untuk dapat mengetahui kemampuan yang telah dimilki dan mampu membangun pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik. Seperti halnya dengan berfilsafat, dimana kita melakukan refleksi. Selain itu, berfilsafat itu berinteraksi atau bertransformir antara dunia makro dan mikro. Dunia makro yaitu dunia keseluruhan atau universal, sedangkan dunia mikro itu diri sendiri.
Orang Yunani pada zaman dahulu berusaha untuk membongkar mitos-mitos yang ada dalam masayarakat. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada diri kita sebagai orang dewasa, tapi terkait ruang dan waktu, yaitu dimana, kapan, bagaimana dan untuk apa. Seperti halnya anak kecil yang belajar sesuatu dari mitos. Mitos disini dalam arti bahwa kita tidak mengerti maknanya tetapi melakukannya. Contoh: siswa yang mempelajari pythagoras, mereka hanya mempelajari materi tersebut, mencatat setiap rumus yang ada dan tidak mengerti maknanya. Maka dalam hal ini para siswa hanya mempelajarinya dengan mitos, sehingga pengetahuan tersebut tidak akan bermakna. Orang tua juga memerlukan  mitos. Contohnya seberapa jauh shalat itu disebut mitos, yaitu ketika kita tidak tahu maknanya, tetapi tetap melakukannya, hanya sekedar ikut-ikutan. Padahal kita harus mengerti bahwa beribadah itu adalah menjalankan perintah-Nya.
Kita juga mempunyai banyak mitos, tidak hanya orang Yunani. Contoh mitos yang ada dalam masyarakat ialah adanya Nyi Roro Kidul di laut selatan. Jika kita akan pergi ke pantai, tidak boleh memakain baju yang berwarna hijau pupus, sebab itu merupakan warna favoritnya, sehingga akan tenggelam terbawa ombak laut selatan tersebut. Kita boleh saja percaya atau tidak terhadap mitos tersebut. Kadang kala mitos tersebut sangatlah kuat, hingga kita tidak berani untuk memikirkannya, apalagi melakukannya. Masih banyak mitos yang berkembang dalam masyarakat kita. Hal-hal ini berkaitan erat dengan hal yang ghaib. Contohnya adalah ketika kita berada dalam kuburan, maka kita dituntut untuk sopan santun terhadap keadaan, tidak boleh sembarangan.
Dalam perkuliahan ini juga, bapak Marsigit menceritakan pengalamannya tentang mitos-mitos yang dialami dalam hidupnya. Pada saat beliau hendak mendaftar di STAN, sebelum berangkat ke Jakarta, dibawakan sesuatu dari orang pintar yang dipercaya akan memberikan keberuntungan sehingga pasti diterima. Barang tersebut dipakai di bagian dada sebelah kiri dan harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Dalam perjalanan di kereta api, tanpa disadari telah melanggar salah satu syarat itu. Setelah selesai tes, pada malam hari diikuti oleh kuntilanak karena ingin menguji apa yang dibawa itu. Singkat cerita, akhirnya beliau tidak diterima, mungkin bisa karena telah melanggar syarat atau apa karena mitos itu memang antara dipercaya dan tidak. Selain itu, beliau pernah diramalkan oleh seorang pastur bahwa kelak akan menjadi seorang professor. Dan hal itu terjadi sekarang, dimana beliau telah memperoleh gelar tersebut. Ramalan juga merupakan mitos.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa cerita ialah bahwa hal yang ghaib itu ada. Setinggi-tingginya pikiran manusia tidak akan mungkin memecahkan hal yang ghaib, hanya dapat dipecahkan dengan keyakinan pada diri. Apa yang terjadi adalah yang terbaik buat kita, termasuk kegagalan dan kesuksesan. Kegagalan merupakan suatu keberhasilan yang tertunda. Melalui penjabaran dalam elegy-elegi juga dapat disimpulkan bahwa tiada sekecil zarahpun, tiada setitik yang ada pun yang tidak berada buat kita, dan tiada hal sedikitpun yang bukan karunia. Hal tersebut meliputi yang ada dan mungkin ada. 

Entri Populer

About Me

My Photo
Rina Susilowati
purple girl........
View my complete profile